Kedudukan Mewaris Anak Perempuan Dalam Suku Adat Batak (Studi Kasus Putusan No.1/PDT.G/2015/PN.Balige.JO No.439/PDT/2015/PT.Medan)

Lamtiar Simbolon, Ester and Suhermanto, Suhermanto and D. Butar-butar, Dinalara (2019) Kedudukan Mewaris Anak Perempuan Dalam Suku Adat Batak (Studi Kasus Putusan No.1/PDT.G/2015/PN.Balige.JO No.439/PDT/2015/PT.Medan). Skripsi thesis, Universitas Pakuan.

[img] Text
Cover.pdf

Download (261kB)
[img] Text
LembarPengesahan.pdf

Download (446kB)

Abstract

Kedudukan anak perempuan mengenai pembagian warisan dalam suku adat Batak berdasarkan putusan perkara No. 1/PDT. G/2015/PN. BLG jo No. 439/PDT/2015/PT. MDN adalah anak perempuan tidak sebagai ahli waris, karena pada suku adat Batak sistem kewarisan ini menganut sistem patrilineal berdasarkan garis keturunan laki-laki. Hal ini terkait dengan identifikasi permasalahan dalam penulisan hukum adalah bagaimana kedudukan anak perempuan mengenai pembagian warisan dalam suku adat Batak berdasarkan putusan perkara No. 439/PDT/2015/PT. MDN, bagaimana perkembangan putusan pengadilan terkait dengan kedudukan ahli waris anak perempuan dalam hukum adat, apa permasalahan yang timbul dalam pembagian warisan menurut suku adat Batak Toba dan upaya penyelesaiannya. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan lapangan. Pengolahan data dalam penulisan hukum ini secara kualitatif. Sebagaimana telah diuraikan hukum waris di Indonesia diatur juga dalam peraturan perundang-undangan, karena dalam peraturan tersebut "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama di hadapan hukum”. Dapat disimpulkan bahwa hukum nasional di Indonesia ini menjamin adanya kesetaraan dan kedudukan yang sama bagi warga negara baik itu lakilaki maupun perempuan dan terkait pada hukum adat ataupun hukum waris. Hukum waris di suku adat Batak itu sendiri dalam hal pewarisan pasti akan jatuh kepada anak laki-laki, karena akan membawa garis keturunan keluarga, sedangkan anak perempuan kelak akan mengikuti suami, maka perolehan harta waris sesuai dengan kesepakatan atau kerelaan dari saudara laki-laki dan disaksikan oleh petuah adat. Apabila suatu keluarga hanya memiliki anak perempuan satu-satunya dan tidak memiliki saudara, atau beberapa anak perempuan yang tidak memiliki saudara laki-laki mereka memiliki hak yang sama, agar dapat menimbulkan keadilan bagi perempuan dalam pembagian warisan. Walaupun demikian, terdapat perkembangan dan perubahan signifikan terhadap putusan pengadilan mengenai status dan hak perempuan sebagai ahli waris yang sudah diteliti. Perkembangan paradigma ini dilihat dalam salah satu putusan yurisprudensi No. 136/K/SIP/1967 bahwa "seorang anak perempuan patut diberikan bagian harta warisan ayahnya menurut adat Batak. permasalahan yang timbul dalam pembagian waris suku adat Batak Toba ini identitas budaya masih tradisional dan belum dapat menerima perubahan perkembangan zaman mengenai pembagian warisan secara adil. Penyelesaiannya yang harus dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan keluarga terdekat, lalu jika tidak dapat diselesaikan dengan baik maka melalui peradilan adat yang disebut marhata, dan apabila tidak dapat diselesaikan juga, maka dapat mengajukan ke pengadilan negeri. Dalam penelitian ini perlu ditinjau kembali agar perolehan harta warisan anak lakilaki dan perempuan dibuat seimbang atau tidak terlalu timpang.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Fakultas Hukum > Hukum > Anak
Fakultas Hukum > Hukum > Hukum Adat
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK
Date Deposited: 29 Aug 2022 13:08
Last Modified: 29 Aug 2022 13:08
URI: http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/1371

Actions (login required)

View Item View Item