Tinjauan Konstitusional Terhadap Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dalam Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden

Rezaliano Fiqoh Hidayatulah, Rezaliano Fiqoh Hidayatulah and Mihradi, R. Muhammad and H. Insani, Isep (2019) Tinjauan Konstitusional Terhadap Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dalam Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.

[img] Text
Cover.pdf

Download (350kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.pdf

Download (538kB)

Abstract

Konsekuensi dari amandemen UUD Tahun 1945 mempunyai pengaruh terhadap kedudukan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia, termasuk mengenai pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia. Pasal 7A, Pasal 7B dan Pasal 24C ayat (2) UUD Tahun 1945 yang memberi dasar pengaturan mengenai cara pengajuan, mekanisme dan prosedur impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini yaitu deskriptif analitis, sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research), serta pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Pengaturan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden terdapat dalam Pasal 3 ayat (3) UUD Tahun 1945. Ketentuan pasal ini yang memberi dasar kepada MPR untuk melakukan impeachment, kemudian dihubungkan dengan Pasal 7A, Pasal 7B dan Pasal 24C ayat (2) UUD Tahun 1945 yang memberi dasar pengaturan mengenai cara pengajuan, mekanisme dan prosedur impeachment tersebut. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diawali dengan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela inaupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi, kemudian Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR tersebut. Apabila putusan Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR. MPR kemudian menyelenggarakan sidang paripurna untuk memutus usul tersebut, dengan terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan. Permasalahan di dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu meskipun pengaturan yang memungkinkan Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya diatur secara jelas dan tegas di dalam Pasal 7A dan 7B UUD Tahun 1945. Namun, pengaturan ini belum mampu mengatasi permasalahan ketatanegaraan dalam proses pemberhentian seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden. Permasalahan tersebut, antara lain mengenai alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, efektifitas putusan Mahkamah Konstitusi, dan tidak adanya peran Dewan Perwakilan Daerah.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Fakultas Hukum > Hukum Ketatanegaraan > Mahkamah Konstitusi
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK
Date Deposited: 24 Aug 2022 13:07
Last Modified: 26 Aug 2022 12:06
URI: http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/149

Actions (login required)

View Item View Item