Kewenangan Mengajukan Pembatalan Perkawinan Atas Dokumen Yang Tidak Benar

Aprilia Wahyuningsih, Aprilia Wahyuningsih and Fathiah, Ai and Kusnadi, Nandang (2020) Kewenangan Mengajukan Pembatalan Perkawinan Atas Dokumen Yang Tidak Benar. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.

[img] Text
Cover.pdf

Download (217kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.pdf

Download (356kB)

Abstract

Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin yang suci antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang kekal, saling mengasihi dan saling menghargai satu dengan yang lainnya. Hubungan perkawinan dapat putus bukan hanya karena kematian atau perceraian, tetapi juga karena pembatalan, sekalipun dalam perkawinan tersebut telah diperoleh keturunan. Banyak faktor yang melatarbelakangi pembatalan perkawinan tersebut, salah satunya adalah adanya dokumen yang tidak benar pada saat perkawinan dilangsungkan. Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu deskriptif analitis dengan jenis penelitian hukum normatif empiris, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research), serta pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Kewenangan mengajukan pembatalan perkawinan atas dokumen yang tidak benar pada Putusan Nomor 436/Pdt.G/2018/PA.Bjr, yaitu pemohon I dan pemohon Il yang merupakan pasangan suami isteri merupakan pihak-pihak yang berwenang untuk mengajukan pembatalan perkawinan, Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 23 huruf b Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 73 huruf b Kompilasi Hukum Islam, dimana suami atau isteri sesudah perkawinan berlangsung dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Alasan pembatalan perkawinan pada Putusan Nomor 436/Pdt.G/2018/PA.Bir yaitu dokumen yang tidak benar pada saat perkawinan dilangsungkan. Undang-Undang Perkawinan tidak menjelaskan secara rinci tentang pembatalan perkawinan karena dokumen yang tidak benar. Pada kasus ini, dokumen yang tidak benar yaitu akta cerai yang dipakai oleh pemohon II ketika melangsungkan perkawinan dengan pemohon I, menggunakan akta cerai suaminya yang terdahulu, sehingga status pemohon II masih terikat dengan perkawinan dan belum resmi bercerai dengan suami pemohon II terdahulu. Pembatalan perkawinan pada Putusan Nomor 436/Pdt.G/2018/PA.Bjr, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Perkawinan, menyebutkan bahwa seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Dengan demikian, perkawinan pemohon I dengan pemohon II tidak sah, karena pemohon Il belum resmi bercerai dengan suami pemohon II terdahulu. Kemudian Pasal 71 huruf b Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan pada Putusan Nomor 436/Pdt.G/2018/PA.Bjr, yaitu Kutipan Akta Nikah Nomor XXXXX tertanggal 15 Desember 2016 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjar, Kota Banjar tidak berkekuatan hukum, serta semua hak dan kewajiban antara pemohon I dan pemohon II menjadi tidak ada. Hal tersebut dikarenakan adanya putusan pembatalan perkawinan dari pengadilan berarti tidak ada perkawinan, sehingga pembatalan tersebut mengakibatkan seolaholah tidak pernah terjadi perkawinan antara mereka yang perkawinannya dibatalkan. Terhadap status pemohon I dengan penohun II karena tidak terikat dalam hubungan perkawinan, maka perkawinan dianggap tidak pernah ada, tidak ada akibat hukum, sehingga statusnya kembali menjadi seperti sebelum perkawinan tersebut dilaksanakan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Fakultas Hukum > Hukum Agama > Pembatalan Perkawinan/Pernikahan
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK
Date Deposited: 03 Sep 2022 03:41
Last Modified: 03 Sep 2022 03:41
URI: http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/4494

Actions (login required)

View Item View Item