Tinjauan Hukum Internasional (Doktrin Wilayah Bekas Jajahan Dan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa) Atas Tuntutan Referendum Kemerdekaan Papua Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

Devharaduta Putra Carnadi, Mohammad and Chairijah, Chairijah and Susilawati K., Tuti (2020) Tinjauan Hukum Internasional (Doktrin Wilayah Bekas Jajahan Dan Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa) Atas Tuntutan Referendum Kemerdekaan Papua Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.

[img] Text
Cover.pdf

Download (505kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.pdf

Download (599kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.pdf

Download (1MB)

Abstract

Setelah terjadinya dekolonisasi Belanda di Indonesia, doktrin uti possidetis juris sudah otomatis diterapkan. Doktrin tersebut dapat diartikan sebagai suatu prinsip dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa teritori dan properti lainnya tetap di tangan pemiliknya pada akhir konflik, kecuali jika hal yang berbeda diatur oleh suatu perjanjian, Akan tetapi, dikarenakan negara Belanda tidak dapat menercima kekalahan, timbul konflik bilateral yang pada awalnya terjadi antara negara Belanda dan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengenai Provinsi Papua, yang pada akhirnya telah mendapatkan kesimpulan dan terjadinya perjanjian yang berawal dari perjanjian bilateral yaitu Konferensi Meja Bundar 1949 dimana tidak mendapatkan solusi atas kepemilikan Provinsi Papua, hingga terjadinya New York Agreement 1962 dimana mulai terlibatnya Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pihak ketiga dalam membantu penyelesaian permasalahan ini. Hasil dari Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 pun diterima dalam Resolusi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 2504 (XXIV) dimana ditegaskan fakta hukum bahwa West Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring berjalannya waktu, telah terjadi permasalahan yang sebenarnya telah memanaskan kasus lama ini, bahwa adanya grup seperatis yang menuntut referendum kemerdekaan Provinsi Papua dikarenakan mereka ingin melakukan Self-Determination, yang diartikan hak untuk menentukan nasib diri sendiri. Hak tersebut diakui dalam dasar hukum internasional, akan tetapi banyak masyarakat umum yang tidak paham fakta hukum dalam permasalahan ini. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode penelitian yang berjenis normatif dan akan menggunakan data sekurder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa keabsahan tuntutan referendum kemerdekaan tersebut dalam aspek hukum internasional tidk sah dikarenakan salah interpretasi antara right to self-determination dengan right to secession, dapat diketahui selfdetermination hanya bisa dilakukan kepada negara yang telah dekolonisasi dan atau Non-Self Governing Territory yaitu wilayah yang masyarakatnya belum mencapai pemerintahan sendiri sepenuhnya. Sedangkan dikarenakan doktrin uti possidetis juris membuat Provinsi Papua secara otomatis milik Negara Kesatuan Republik Indonesia dan oleh karena itu sudah merdeka sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia dan gerakan grup seperatis ini jatuhnya bukan ingin menentukan nasib sendiri, akan tetapi ingin memisahkan diri dari negara (right to secession) yang berdaulat, dimana hak ini tidak memiliki dan atau tidak diakui cleh dasar hukum internasional.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Fakultas Hukum > Hukum Internasional
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK
Date Deposited: 20 Oct 2023 01:49
Last Modified: 20 Oct 2023 01:49
URI: http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/5867

Actions (login required)

View Item View Item