Tinjauan Yuridis Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama Dilihat Dari Persepektif Hukum Islam Dari Hukum Perdata

Rizky Pratama, Yoga Anugrah and Febrianty, Yenny and Abid, Abid (2023) Tinjauan Yuridis Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama Dilihat Dari Persepektif Hukum Islam Dari Hukum Perdata. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.

[img] Image
Cover.jpg

Download (217kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.pdf

Download (326kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.pdf

Download (1MB)

Abstract

Dewasa ini dunia telah terjadi suatu praktek waris beda agama yang amat pelik di zaman modern, lebih-lebih ketika terjadi yang ahli waris ternyata memeluk agama yang berbeda dengan orang tua kandungnya, seperti banyak kasus di beberapa tempat di dunia, termasuk di Indonesia. Timbul perdebatan antara beberapa ulama tentang ahli waris yang beda agama dengan pewaris. Ada ulama yang mengatakan bahwa ahli waris yang beda agama dengan pewaris boleh mendapatkan warisan. Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus. Norma-norma abadi yang dimiliki Islam tersembul keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut hukum. Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh “Undang-Undang Tuhan”(Qanun Illahi): permanen dan tidak dapat diubah. Qanun Illahi ini, diundangkan oleh negara atau tidak, ia harus ditegakkan sebagai suatu yang berwatak "buatan tuhan". Namun ada kalanya peraturan-peraturan itu diinterpretasi dan diformulasikan oleh manusia menjadi hukum manusia melalui proses legalisasi. Argumentasi dari hukum Islam mengenai status hak waris anak beda agama adalah terletak pada Pasal 171 huruf c KHI, dimana dalam pasal tersebut menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris harus beragama Islam. Serta diperkuat dengan Hadits Rasulullah, yang artinya "orang muslim tidak mewarisi orang kafir (begitu juga sebaliknya) orang kafir tidak mewarisi orang muslim." (HR: Bukhari dan Muslim). Sedangkan argumentasi dari hukum Perdata (BW) terkait status hak waris anak beda agama adalah terletak pada pasal 838 KUH Perdata, dimana dala Pasal tersebut menyatakan bahwa yang tidak patut menjadi ahli waris adalah mereka yang dipersalahkan telah membunuh, memfitnah pewaris telah melakukan suatu kejahatan dengan hukuman lima tahun penjara, melakukan kekerasan, dan juga telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat. Jadi, dalam hukum Perdata (BW) beda agama bukanlah menjadi penghalang seseorang menjadi ahli waris. Karena, menurut Pasal 832 KUHPerdata yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama. Antara Hukum Islam dengan Hukum Perdata terdapat perbedaan yang jelas dalam mengatur hak waris terutama yang berkaitan dengan hak warisan berlainan agama, dimana dalam Hukum Islam pewaris dan ahli waris harus memeluk agama yang sama yaitu agama Islam, sedangkan dalam Hukum Perdata tidak ada yang menjadi penghalang dalam mewarisi sekalipun terdapat perbedaan agama antara pewaris dan ahli warisnya. Dipindai dengan CamScanner

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: Fakultas Hukum > Hukum Agama > Waris/Warisan
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK
Date Deposited: 17 May 2024 03:30
Last Modified: 17 May 2024 03:30
URI: http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/7714

Actions (login required)

View Item View Item