Reyfanda M., Zalfin and Muhammad R., Mihradi and Insan H, Isep (2021) Kewenangan Legislasi DPD Pasca Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-XII/2014. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.
Image
Cover.jpg Download (130kB) |
|
Text
Lembar Pengesahan.pdf Download (406kB) |
|
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (2MB) |
Abstract
Skripsi ini membahas tentang Kewenangan Legislasi DPD Pasca Terbitnya Putusan MK Nomor 79/PUU-XII/2014. Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi adalah yuridis Normatif. Penelitian ini menganalisis tentang wewenang legislasi yang dimiliki DPD berdasarkan Putusan MK No. 79/PUU- XII/2014 disinkronisasikan dengan Undang-Undang no 17 Tahun 2014 tentang MD 3 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta, mengungkapkan perlu adanya eksistensi DPD dalam bentuk negara kesatuan dalam kewenangan legislasi. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat dalam Negara demokrasi adalah salah satu pilar yang sangat pokok, karena lembaga ini berfungsi untuk mewakili kepentingan- kepentingan rakyat dan sebagai wadah dan sarana dalam menyampaikan aspirasi. Dewan Perwakilan Daerah selanjutnya disebut DPD adalah salah satu lembaga perwakilan rakyat yang mewakili daerah. Lahirnya lembaga DPD sebagai salah satu lembaga legislatif yang mewakili daerah berawal dari gagasan penguatan DPR selama ketiga perubahan UUD 1945 tersebut, terdapat suatu permasalahan yaitu penataan kembali komposisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terutama yang berasal dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Keluarnya Putusan MK No 79/PUU-XII/2014 merubah fungsi legislasi DPD yaitu, kedudukan DPD setara dengan DPR dan Presiden, dimana DPD berhak untuk mengusulkan dan membahas RUU tertentu dari tahap awal hingga tahap akhir. Artinya dalam bidang legislasi DPD tidak lagi sebagai subordinat DPR. DPD ikut menyusun program legislasi nasional atau biasa disebut Prolegnas. Sedangkan fungsi DPD memberikan pertimbangan RUU terkait APBN, Pajak, Pendidikan dan Agama bukan merupakan kewenangan untuk ikut membahas RUU. Namun dengan terbitnya Putusan MK No.79/XII/2014, merubah posisi dan kedudukan DPD sebagai lembaga yang mewakili daerah di parlemen. kewenangan antara DPR dan DPD yang merubah secara otomatis dari sistem kamar satu kamar (unikameral) menjadi dua kamar (bikameral) dan hal ini menjadi suatu kebiasaan yang baru, karena indonesia merupakan Negara Kesatuan yang pada umumnya, sistemnya adalah sistem unikameral atau sistem satu kamar di parlemen. Keluarnya Putusan MK No.79/PUU-XII/2014, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), diharapkan menjadi salah satu kamar dari sistem parlemen dua kamar (bikameral) dalam format baru perwakilan politik Indonesia. Jika DPR merupakan parlemen yang mewakili penduduk yang diusung oleh partai politik, sementara DPD adalah parlemen yang mewakili wilayah atau daerah/propinsi, tanpa mewakili suatu komunitas atau sekat komunitas didaerah antara lain yang berbasis ideologi atau parpol, melainkan figur-figur yang bisa mewakili seluruh elemen yang ada didaerah.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | Fakultas Hukum > Hukum Ketatanegaraan Fakultas Hukum > Hukum > Putusan Fakultas Hukum > Hukum Ketatanegaraan > Mahkamah Konstitusi |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK |
Date Deposited: | 03 Jul 2024 06:15 |
Last Modified: | 07 Oct 2024 02:33 |
URI: | http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/7819 |
Actions (login required)
View Item |