Putra Pradana, Rizki and Chairijah, Chairijah and Wuisang, Ari (2019) Dampak Penyadapan Yang Dilakukan Intelejen Myanmar Terhadap Kedutaan Besar Republik Indonesia Di Yangon Myanmar Tahun 2004 Ditinjau Dari Konvensi WINA 1961 Tentang Diplomatik. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.
Image
Cover.jpg Download (154kB) |
|
Text
Lembar Pengesahan.pdf Download (346kB) |
|
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (597kB) |
Abstract
Hukum diplomatik merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar pemufakatan bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan dalam instumen- instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional. Hubungan diplomatik adalah hubungan antar negara dalam peranannya sebagai subjek hukum internasional dan Agen Diplomatik adalah seseorang yang diutus oleh negaranya sebagai perwakilan untuk menjalankan misi- misi negara di negara penerima. Dalam menjalankan Tugas dan fungsinya sebagai perwakilan negara, Agen Diplomatik diberikan hak Imunitas (Immunity) dan keistimewaan (Previlege) ini diatur dalam Konvensi Wina Tahun 1961. Hak kekebalan dan keistimewaan tersebut meliputi kekebalan pribadi, kekebalan kantor perwakilan, kekebalan yurisdiksi, pajak, kekebalan tempat tinggal dan kekebalan dalam menjalankan tugas kedinasan seperti kebebasan bergerak dan bepergian, berkomunikasi, kantong diplomatik, dan kebebasan kewajiban menjadi saksi di pengadilan negara penerima. Kekebalan gedung perwakilan atau kantor perwakilan diatur dalam Pasal 22 Konvensi Wina Tahun 1961 gedung-gedung perwakilan tidak dapat diganggu gugat (inviolabilitas). Alat-alat negara penerima tidak boleh memasuki gedung pei wakilan diplomatik tanpa persetujuan dari kepala misi yang bersangkutan (ayat 1). Negara penerima wajib mengambil segala langkah untuk melindungi gedung perwakilan asing dari segala serangan atau kerusakan, serta melakukan tindakan pencegahan atas segala gangguan yang dapat mengakibatkan ketidaktentraman atau dari segala tindakan yang berakibat pada pelecehan harkat dan martabat gedung perwakilan beserta anggota misinya (ayat (2). Gedung-gedung perwakilan, perabot, dan hak milik yang ada dalam gedung perwakilan tersebut serta kendaraan kantor perwakilan kebal terhadap pemeriksaan, penuntutan, pengikatan dan penyitaan ayat (3). Myanmar sebagai negara penerima telah melakukan pelanggaran atas Konvensi Wina 1961 yaitu melakukan penyadapan terhadap KBRI di Yangon, dalam Konvensi Wina dikatakan kedutaan asing tidak boleh diganggu gugat termasuk dalanı hal berkomunikasi. Kasus penyadapan tersebut terjadi pada pertengahan tahun 2004 dan terungkap setelah datangnya tim pemeriksa dari Indonesia. Penyadapan yang terjadi di kantor perwakilan Diplomatik Indonesia di Myanmar ditemukan di dinding ruangan Duta Besar Indonesia. Konvensi Wina telah mengatur larangan tersebut, dan akibat dari penyadapan ini menimbulkan kekecewaan bangsa Indonesia terhadap Pemerintah Myanmar. Kasus ini akhirnya diselesaikan dengan damai, pemerintah Myanmar meminta maaf secara resmi kepada pemerintah Indonesia dan berjanji kejadian ini tidak terulang lagi.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | Fakultas Hukum > Hukum Internasional > Konvensi Wina |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK |
Date Deposited: | 03 Jul 2024 06:15 |
Last Modified: | 03 Jul 2024 06:15 |
URI: | http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/7822 |
Actions (login required)
View Item |