%X Secara konsepsional, negara telah menyediakan aturan perundangundangan mulai dari ketentuan dalam konstitusi sampai kepada aturan organiknya yang berfungsi sebagai norma hukum dalam rangka memastikan segala sesuatu yang menyangkut pengelolaan atas tanah harus sesuai dengan aturan hukum dengan tujuan berupa pencapaian sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah dapat dimungkinkan beberapa hal, misalnya karena hibah, waris, dan sebagainya. Namun demikian, persoalan yang dibahas dalam penulisan hukum ini hanya menyangkut salah satu aspek saja yaitu mengenai jual beli tanah berstatus tanah girik yang terjadi di masyarakat yang masih sering melakukan praktik jual beli terhadap tanah yang berstatus tanah girik. Pada kenyataannya di lapangan masih terjadi jual beli tanah yang berstatus tanah girik yang pada pelaksanaannya hanya didasarkan pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atau bukti pembayaran pajak saja. Identifikasi masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana kepastian hukum akta jual beli tanah girik pada Putusan Nomor 219/Pdt.G/2017/PN.Jkt. Tim? dan bagaimana akibat hukum dari akta jual beli tanah girik pada Putusan Nomo. 219/Pdt.G/2017/PN.Jkt. Tim? Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif analitis dengan jenis penelitian hukum normatif, sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Akta jual beli tanah girik pada Putusan Nomor 219/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim mempunyai kepastian hukum. Hal ini dikarenakan, meskipun jual beli tanah girik dilakukan secara di bawah tangan, akan tetapi akta jual beli tersebut sah secara hukum. Selain itu, surat girik yang dimiliki pemilik tanah berdasarkan jual beli, meskipun tidak dapat memiliki hak atas tanah tersebut, pemilik tanah tetap dapat menguasai tanah tersebut. Girik sebenarnya bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik hanya merupakan bukti bahwa pemegang girik tersebut diberikan kuasa untuk menguasai tanah dan sebagai pembayar pajak atas tanah yang dikuasainya. Karena menurut UUPA, kepemilikan tanah harus dikuasai oleh suatu hak atas tanah berdasarkan sertipikat, maka dengan demikian surat girik tidak dapat dipersamakan dengan sertipikat hak atas tanah. Kedudukan sertipikat hak atas tanah lebih tinggi dibandingkan surat girik. Akibat hukum dari akta jual beli tanah girik pada Putusan Nomor 219/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim, yaitu pembeli tanah girik dapat menguasai tanah tersebut untuk dimanfaatkan. Dalam putusan tersebut, akta jual beli tanah girik mempunyai kekuatan pembuktian yang cukup kuat, terbukti dari putusan pengadilan yang menyatakan sah menurut hukum akta jual beli tersebut. %I Universitas Pakuan %D 2019 %A Moch.Zainuddin Moch.Zainuddin %A Dodo S.D.W. %A Dinalara D. Butar-butar %L eprintsunpak4817 %T Analisis Kepastian Hukum Terhadap Akta Jual Beli Tanah Girik (Studi Kasus Keputusan Nomor 219/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim.)