@phdthesis{eprintsunpak5286, year = {2021}, title = {Analisis Pemberian Grasi Terpidana Korupsi Annas Maamun Dalam Kasus Alih Fungsi Lahan Provinsi Riau}, school = {Universitas Pakuan}, author = {Fany Indah Pratiwi and Bintatar Sinaga and Sapto Handoyo DP}, abstract = {Pada praktik hukum tata negara, Presiden tidak sembarangan dalam memberikan grasi bagi terpidana. Presiden harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung sebelum menggunakan hak prerogatifnya itu. Permasalahan yang diteliti yaitu Apa yang menjadi dasar pertimbangan Presiden dalam memberikan grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun? dan Polemik apakah yang timbul dan bagaimana upaya mengatasi polemik pemberian grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis, metode pendekatan perundang-undangan, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research), serta pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan Presiden dalam memberikan grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun, yaitu berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, Pertimbangan lainnya, yaitu adanya pertimbangan dari Menko Polhukam Mahfud MD, yang memberikan pertimbangan bahwa usia Anas Maamun yang sudah renta. Pertimabangan terakhir adalah alasan kemanusiaan. Presiden Joko Widodo merasa perlu memberikan grasi karena umur Annas Maamun dianggap sudah lanjut usia. Polemik yang timbul dalam pemberian grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun, yaitu adanya pro dan kontra pemberian grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun berdasarkan Keppres Nomor 23/6 Tahun 2019, Pihak yang pro yaitu juru bicara Partai Gerindra, Habiburokhman yang menilai terpidana alih fungsi lahan Annas Maamun, layak mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo. Sedangkan pihak yang kontra yaitu Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada yang menyatakan pemberian grasi kepada Annas Maamun tidak tepat dan menunjukan tidak ada lagi komitmen pemberantasan korupsi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo; juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan kasus hukum yang menjerat Annas Maamun cukup banyak sehingga tidak layak diberikan grasi; International Corruption Watch (ICW) menyatakan alasan Presiden memberikan grasi karena rasa kemanusiaan tidak dapat dibenarkan; Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Ilukum (Puskapkum) Nina Zainab menilai grasi Presiden Jokowi dengan alasan kemanusiaan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi; Ahli hukum pidana Mudzakkir menilai pertimbangan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Annas Maamun hutan kurang jelas; dan Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, pemberian grasi kepada Annas Maamun dengan alasan 'kemanusiaan' diskriminatif terhadap narapidana kasus lain. Sebagai upaya mengatasi polemik pemberian grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun karena alasan kemanusiaan misalnya karena sakit, solusi terbaiknya bukan grasi, tetapi pemerintah terutama Lembaga Pemasyarakatan harus memberikan pelayanan kepada narapidana untuk ditangani secara serius kesehatanya bekerja sama dengan rumah sakit terbaik atau dokter terbaik. Kemudian Presiden Joko Widodo memastikan bahwa fasilitas kesehatan warga binaan di lembaga pemasyarakatan telah berjalan dengan baik tanpa ada kekurangan satu hal pun.}, url = {http://eprints.unpak.ac.id/5286/} }