%0 Thesis %9 Skripsi %A Tiara sari, Maya %A Siswajanthy, Farahdinny %A D. Butar-butar, Dinalara %A Universitas Pakuan, %A Fakultas Hukum, %A Hukum Perdata, %B Fakultas Hukum %D 2021 %F eprintsunpak:5529 %I Universitas Pakuan %T Analisis Keabsahan Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Nomor Perkara 1048/PDT.G/2016/Paju) %U http://eprints.unpak.ac.id/5529/ %X Pembatalan perkawinan dimaksudkan untuk melindungi kesakralan suatu perkawinan dan untuk mendapatkan kepastian hukum suatu perkawinan, agar tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya perkawinan tersebut. Dengan demikian, perkawinan yang tidak memenuhi syarat atau rukun perkawinan, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif analitis dengan jenis penelitian normatif, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research), serta pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keabsahan pembatalan perkawinan oleh saudara kandung pada Putusan Nomor Perkara 1048/Pdt.G/2016/PAJU adalah sah. Dalam putusan tersebut, yang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan termohon I dan termohon II yaitu adik kandung termohon I. Oleh karena pengaju permohonan pembatalan perkawinan merupakan salah satu pihak yang berkepentingan, maka sesuai Pasal 73 huruf d KHI, pemohon memiliki kapasitas atau legal standing untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan. Akibat hukum dari Putusan Nomor Perkara 1048/Pdt.G/2016/PAJU, yaitu Buku Kutipan Akta Nikah Nomor: 26/26/1/2007 yang dikeluarkan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tanggal 07 Januari 2007 tidak mempunyai kekuatan hukum, serta semua hak dan kewajiban antara pemohon I dan pemohon Il menjadi tidak ada. Hal tersebut dikarenakan adanya putusan pembatalan perkawinan dari pengadilan berarti tidak ada perkawinan, sehingga pembatalan tersebut mengakibatkan seolaholah tidak pernah terjadi perkawinan antara mereka yang perkawinannya dibatalkan. Terhadap status pemohon I dengan pemohon II karena tidak terikat dalam hubungan perkawinan, maka perkawinan dianggap tidak pernah ada, tidak ada akibat hukum, sehingga statusnya kembali menjadi seperti sebelum perkawinan tersebut dilaksanakan