@phdthesis{eprintsunpak5643, year = {2021}, title = {Penanggulangan Terhadap Impor Limbah Bahan Berbahaya Beracun Di Indonesia Menurut Konvensi Basel Tahun 1989 (Studi Kasus Indonesia-japan Economic Partnership Agreement / Ijepa Tahun 2007)}, school = {Universitas Pakuan}, author = {Hendra Karuningtyas and Ari Wuisang and Hernomo Darmo W.}, abstract = {Impor adalah proses trasnportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara Legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impornya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negara tersebut. Impor sering terjadi di Indonesia mulai dari Kebutuhan Pokok sampai dengan yang dapat merusak atau menganggu secara langsung maupun tidak langsung Lingkungan Hidup seperti Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelelolaan Limbah Baban Berbahaya dan Beracun mendefinisikan bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun disingkat B3 adalah zat, energi, dan / atau komponen lain yang karena sifatnya, konsentrasinya, dan / atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. B3 di Impor dari Jepang ke Indonesia karena adanya kerja sama antara dua pihak negara tersebut yang disebut juga dengan kerja sama Indonesia - Japan Economic Partnership (IJEPA). Perdagangan B3 antara Indonesia dengan Jepang diawasi oleh Konvensi Basel Tahun 1989 sebagai Rezim Pengawasan Lintas Batas Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam Penulisan Hukum Skripsi Menggunakan Metode Penelitian yang bersifat yuridis normatif artinya penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Eratnya hubungan ekonomi antara Indonesia dan Jepang mulai dari sektor perdagangan hingga sektor investasi sebelum IJEPA berlangsung tak pelak menjadi pemantik harapan lahirnya keuntungan ekonomi yang berlipat ganda saat IJEPA dapat direalisasikan sebagai payung hukum kerjasama ekonomi antara kedua negara di dalam menjalankan perdagangan bebas. Sedangkan Dari segi implementasi perdagangan limbah B3 sendiri sejauh ini masih belum terealisasi sepenuhnya. Indonesia telah beberapa kali mengekspor limbah B3 ke Jepang dan di sisi lain Jepang belum pernah mengekspor limbah B3-nya ke Indonesia oleh karena penolakan kuat yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang menyandarkan pada larangan yang impor limbah B3 yang ditentukan oleh hukum lingkungan yang berlaku di Indonesia. Pelarangan impor limbah B3 berdasarkan hukum nasional Indonesia sendiri mendapatkan pembenaran dari Konvensi Basel yang dalam ketentuannya melarang ekspor ke negara yang memberlakukan pelarangan impor melalui hukum nasionalnya. Namun pelarangan secara total impor limbah B3 oleh Indonesia tidak berlaku sepenuhnya bagi komoditas barang elektronik bekas yang diimpor dari Jepang. Barang elektronik bekas sendiri juga ikut mendapatkan skema pengurangan tarif bea masuk berdasarkan IJEPA. Di Indonesia barang elektronik bekas dari Jepang cukup diminati terutama oleh industri rekondisi. Dilihat dari segi Konvensi Basel sendiri limbah elektronik termasuk dalam lingkup limbah B3, dimana barang elektronik bekas kerap diinterpretasikan sebagai limbah B3 oleh karena pada dasarnya sebagian besar barang elektronik salah satu material penyusunnya tergolong sebagai substansi yang berbahaya.}, url = {http://eprints.unpak.ac.id/5643/} }