@phdthesis{eprintsunpak7844, author = {Irwansyah Irwansyah and Eka Ardianto Iskandar and Herli Antoni}, year = {2023}, title = {Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Membuat Laporan Palsu Mengenai Peristiwa Pidana (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 88/Pid.B/2022/PN.Mna)}, school = {Universitas Pakuan}, abstract = {Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum yaitu seluruh penyelenggaraan negara dibatasi dan harus sesuai dengan hukum, termasuk tentang pertanggungjawaban pidana tentang suatu peristiwa hukum. Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu deskriptif analitis dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian dengan mengkaji dan mempelajari data sekunder (kepustakaan). Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara kualitatif. Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana membuat laporan palsu mengenai peristiwa pidana didasarkan pada ketentuan Pasal 220 KUHP dengan memenuhi segala unsurnya. Kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik yaitu saksi atau korban menceritakan dengan sangat meyakinkan tentang suatu tindak pidana dengan disertakan saksi yang cukup. Namun adapun penyelesaiannya sebagai solusi, Penyidik harus melakukan segala sesuatunya termasuk menerima laporan dengan menerapkan SOP yang melekat pada dirinya, dalam melaporkan peristiwa yang diduga tindak pidana terdapat SOP yang berlaku yakni pertama melapor ke SPKT, setelah itu berkordinasi terlebih dahulu ke Reskrim, berikutnya dikeluarkan tanda terima laporan dan pada saat itu juga surat tugas dan penyelidikan dapat dibuatkan BAP. Ratio legis Majelis Hakim di dalam memutuskan Perkara Nomor 88/Pid.B/2022/PN.Mna yaitu karena semua unsur dari Pasal 220 KUHP telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua. Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan/ atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum dan memandang bahwa besarnya pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa sebagaimana yang ditentukan dalam amar putusan telah setimpal dengan perbuatan dan kesalahan yang dilakukan Terdakwa dilihat dari peranan terdakwa dalam melakukan perbuatannya sesuai dengan rasa keadilan, kemanusiaan, dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat.}, url = {http://eprints.unpak.ac.id/7844/} }