@phdthesis{eprintsunpak7971, title = {Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Membantu Anak Melakukan Aborsi (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 000/Pid/2021/PT BNA)}, school = {Universitas Pakuan}, author = {Raymond Natanael and Asmak ul Hosnah and Eka Ardianto Iskandar}, year = {2023}, abstract = {Pengguguran kandungan lazim disebut juga abortus. Aborsi adalah keguguran kandungan, pengguguran kandungan atau pembuangan janin sebelum watunya baik secara alamiah maupun spontan dengan menggunakan obat-obatan tertentu, jasa dukun pijat atau alat-alat kedokteran. Abortus terbagii menjadi dua macam yaitu: abortus spontaneous dan abortus provocatus. Pada umumnya tindak pidana aborsi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi oleh para dukun beranak tidak dengan bantuan medis sehingga membahayakan korbannya dapat berdampak kematian. Kasus aborsi sering dijumpai akhir-akhir ini dan pelakunya para kalangan remaja beranggapan bahwa kehamilan tersebut tidak diinginkan karena usia yang masih belia sehingga memilih untuk aborsi. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku pengguguran kandungan terdapat pada pasal 348 KUHP berkaitan dengan hal diatas, pada kenyataanya putusan nomor: 000/Pid/2021/PT BNA. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap tindak pidana aborsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. tentang penjatuhan sanksi dilakukan atas dasar melindungi perempuan dari tindakan aborsi yang dapat mengakibatkan hal-hal buruk menimpa tubuh orang yang melakukannya, melindungi HAM karena pada dasarnya Anak yang masih dalam kandungan sudah memiliki HAM. Hasil akhir menunjukkan bahwa pentingnya memberikan pengetahuan kepada remaja tentang aborsi dan pentingnya peran keluarga untuk memberikan pengetahuan dan pencegahan aborsi yang menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa apa saja, baik moril maupun materil, tetapi sifatnya harus hanya "membantu" saja, tidak boleh demikian besarnya, sehingga orang itu dapat dianggap melakukan suatu anasir atau elemen (perbuatan pelaksanaan) dari peristiwa pidana, sebab jika demikian, maka hal ini masuk golongan "turut melakukan" (medeplegen) dalam Pasal 55 KUHP. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu: (1) pembantuan pada saat kejahatan dilakukan dan pembantuan sebelum kejahatan dilakukan; (2) yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Dalam penerapan sanksi pidana terhadap perbuatan pembantuan menggugurkan kandungan, maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/3 (sepertiga). Untuk itu penerapan sanksi pidana terhadap perbuatan pembantuan menggugurkan kandungan yang mengakibatkan kematian terdapat pada Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 56 KUHP.}, url = {http://eprints.unpak.ac.id/7971/} }