Yahya, Mohammad Ariel Anindya and Susilawati K., Tuti and Sinaga, Walter A.L. (2023) Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Traditional Fishing Indonesia Di Kepulauan Natuna Terhadap Intervensi Cina. Skripsi thesis, Universitas Pakuan.
Image
Cover.jpg Download (286kB) |
|
Text
Lembar Pengesahan.pdf Download (397kB) |
|
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (2MB) |
Abstract
Terjadinya penangkapan ikan ilegal di perairan Kepulauan Natuna semakin marak terjadi. Beberapa kapal nelayan China beberapa kali tertangkap di dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Kejadian ini tidak luput dari klaim China terhadap Laut China Selatan (LCS) dengan dasar klaim peta nine dash line. Klaim nine dash line China ini mencakup seluruh Laut China Selatan dan sebagiian Laut Natuna Utara yang merupakan ZEE Indonesia. Dengan masuknya perairan Kepulauan Natuna ke dalam peta tersebut, China mengklaim bahwa perairan Kepulauan Natuna merupakan wilayah penangkapan ikan tradisional mereka yang sudah dilakukan selama berabad-abad lalu. Menurut United Nation Convension of the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Kepulauan Natuna merupakan wilayah yurisdiksi sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UNCLOS 1982 tentang Garis Pangkal Kepulauan. Oleh karenna itu secara yuridis perairan Kepulauan Natuna merupakan ZEE Indonesia. Sejarah Nine Dash Line berawal pada tahun 1947 pada saat China masih dikuasai Partai Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai Sek yang menetapkan klaim teritorialnya atas Laut China Selatan dengan menciptakan Eleven Dash Line yang meliputi Kepulauan Pratas, dan Kepulauan Spratly dan Paracel. Lalu pemerintah China menyederhanakan Eleven Dash Line menjadi Nine Dash Lineyang saat ini menjadi dasar historis untuk klaim hampir seluruh wilayah perairan di Laut China Selatan. Klaim ini berdampak pada perairan Indonesia dengan hilangnya perairan seluas 83.000 km2atau sebesar 30% perairan di Kepulauan Natuna. Tidak hanya klaim perairan saja, China juga mengklaim bahwa perairan Natuna merupakan wilayah traditional fishing ground nelayan China. China juga berupaya menegaskan klaim dalam bentuk okupasi positif (positive accupation) melalui aktifitas penangkapan ikan di perairan LCS, termasuk dilakukan hingga memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Kepulauan Natuna, dimana area perairan tersebut juga masih menjadi bagian dari LCS. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada tahun 1982 memberi Indonesia hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam di bawah ZEE Indonesia tanpa campur tangan negara lain. Berdasarkan UNCLOS 1982, negara lain tidak mempunyai hak untuk semena-mena mengeksploitasi dan mengeksplorasi kekayaan laut Natuna. Dengan kebijakan ini tidak membuat China mundur melainkan terus membuat pembelaan bahwa mereka mengambil kekayaan di wilayah perairannya sendiri. Tindakan dapat mengancam kedaulatan maritim NKRI.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | Fakultas Hukum > Hukum Internasional Fakultas Hukum > Hukum Internasional > UNCLOS 1982 |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM UNPAK |
Date Deposited: | 17 May 2024 03:05 |
Last Modified: | 17 May 2024 03:05 |
URI: | http://eprints.unpak.ac.id/id/eprint/7587 |
Actions (login required)
View Item |